Musik Dalam Islam

Dalam tugas mata kuliah Agama Islam kali ini Kelompok V akan mendapatkan kewajiban untuk mencari referensi dari judul yang telah disebutkan di atas.
Cukup membuat pilu juga apabila pemuda jaman sekarang diminta pendapat untuk memecahkan masalah tersebut, karena sesuai dengan referensi yang saya dapatkan ternyata cukup banyak Istidlal dan Hujjah dari Ulama', Filsuf dan para Muballigh yang ada. Tapi dengan Istidlal yang cukup kuat dengan berdasar pada Al-Qur'an dan Al-Hadits, Hukum Musik Dalam Islam ada bagian yang disepakati keharamannya namun ada pula yang diperselisihkan.
Bagian yang disepakati keharamannya adalah nyanyian yang berisi
syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam. Terutama ketika musik itu diiringi dengan kemungkaran, seperti sambil minum khamar dan judi. Atau jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita. Atau jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.

Namun apabila sebuah nyanyian dan musik tidak seperti itu, barulah kemudian para ulama berbeda pendapat. Ada yang masih tetap mengharamkannya namun ada juga yang menghalalkannya. Perbedaan pendapat itu cukup beragam, tapi bisa berkisar pada dua hal, yaitu Pertama, dalilnya kuat namun istidlalnya lemah. Kedua, dalilnya lemah meski istidlalnya kuat.
Kita ambil contoh penyebab perbedaan dari sisi dalil yang kuat sanadnya namun lemah istidlalnya. Yaitu ayat Al-Quran al-Kariem. Kitatahu bahwa Al-Quran itu kuat sanadnya karena semua ayatnya mutawatir. Namun belum tentu yang kuat sanadnya, kuat juga istidlalnya. Kita ambil ayat berikut ini:
Dan di antara manusia orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.(QS. Luqman: 5)
Oleh kalangan yang mengharamkan musik, ayat ini sering dijadikan bahan dasar untuk istidlal mereka. Mereka menafsirkan bahwa lahwal hadits (perkataan yang tidak berguna) adalah nyanyian, lagu dan musik.

Menurut Ibnu Hazm, argument itu tidak benar, karena ada kalimat lanjutannya yaitu,“UNTUK MENYESATKAN MANUSIA DARI JALAN ALLAH TANPA PENGETAHUAN DAN MENJADIKAN JALAN ALLAH ITU SEBAGAI OLOK- OLOKAN”. Menurut Ibnu Hazm ini menunjukkan bahwa perkataan apa saja, termasuk ucapan, berita, informasi, nyanyian yang bersifat menyesatkan dan memper- olok- olokkan agama Islam/ Allah adalah haram, bahkan kufur, Naudzubillaahi min dzaalik. Sedang yang tidak bersifat mengolok- olok dan tidak untuk menyesatkan manusia adalah mubah, sejauh- jauhnya makruh, Sesuai hadist Nabi: “Min Husnil Islaamil Mar’i tarkuhuu maa laa ya’niih = Kebaikan Islam seseorang diukur dari kemampuannya meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya”. Al- Hadist. (Lihat selengkapnya: Ibnu Hazm: Al- Muhalla 9/60, penerbit Al- Muniriyah).

Dalam salah satu hadits yang shahih ada disebutkan tentang hal-hal yang dianggap sebagai dalil pengharaman nyanyian dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat musik`. (HR Bukhari)
Karena hadits ini terdapat di dalam shahih Bukhari, maka dari sisi keshahihan sudah tidak ada masalah. Sanadnya shahih meski ada juga sebagian ulama hadits yang masih meragukanya.
Namun dari segi istidlal, teks hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya secara spesifik dan eksplisit. Di titik inilah sesungguhnya terjadi selisih pendapat para ulama. Dalil yang bersifat umum masih mungkin dipersoalkan apabila langsung dijadikan landasan untuk mengharamkan sesuatu.

Sedangkan hadist dibawah ini bernilai sohih dan disepakati kebenarannya, diriwayatkan oleh Bukhori, Ibnu Maajjah dan Ibnu Hibban dari Abu Malik Al- Asy’ari, tetapi kalimat MUSIK pada hadist ini merupakan pelengkap saja dari perilaku para PEMABUK yang dalam mabuknya mereka berhura- hura dengan musik, biduanita dan hiburan lainnya. Jadi dalam hadist ini tidak bermakna langsung bahwa musik itu dilarang, tapi MABUKNYA yang dilarang.  Demikian bunyi hadistnya:
ليشربن ﺃﻧﺎﺱ من أمتي الخمر يسمونها ﺑﻐﻴﺮ اسمها يعزف على رؤسهم بالمعازف والمغنيات يخسف الله بهم الأرض ويجعل منهم القردة والخنازير
” Nanti akan ada manusia ummatku pada minum Khomer (minuman keras), mereka menyebut minuman itu dengan nama- nama lain. Kepala (pikiran dan angan- angan) mereka dipenuhi dengan alat- alat musik dan penyanyi- penyanyi wanita. Allah akan memusnahkan mereka kedalam bumi dan Allah akan menjadikan mereka (sehina)  kera dan babi ".

Adapun Hadits dari Imam Ibnu Majah menceriterakan dari Ibnu Abbas, bahwa suatu saat A’isyah menikahkan salah satu kerabat wanitanya dengan lelaki Anshor. Rasulpun bertanya: “Apakah engkau mengirim bersamanya seseorang yang dapat bernyanyi?” A’isyah menjawab: “Tidak”. Maka Rasul pun bersabda:
إن الأنصار قوم فيهم الغزل فلو بعثتم معها من يقول أتيناكم, أتيناكم فحينا , وحيكم
“Sesungguhnya kaum Anshor itu suatu kaum yang menyukai hiburan. Alangkah baiknya jika kau kirimkan bersama mempelai wanita itu, seorang penyanyi yang berdendang: Kami datang…kami datang pada kalian. Sejahteralah kami,,,sejahteralah kalian…

Baiklah sebagai kesimpulan kita lihat bagaimana pendapat seorang filsuf Islam ahli Sufi terkenal Imam Al- Ghozali tentang musik ini. Tulisannya kita nukil dari Maha karyanya: Ihya’u Ulumuddin, Kitabus Sima’ pada halaman 1152- 1153:
” Memang hal ini (mencari hiburan dengan bermusik)  menunjukkan adanya kekurang sempurnaan seorang muslim, karena orang yang sempurna adalah orang yang tidak perlu menghibur dirinya selain dengan kebenaran (mendekatkan diri ke Allah dengan tilawah, dzikir, ibadah) ". Namun kebaikan bagi seseorang adakalanya masih dinilai buruk bagi MUQORROBIN (orang yang sudah sangat mendekatkan diri pada Allah). Adapun orang- orang yang menguasai ilmu pengobatan hati, rangsangan- rangsangan lembut yang dibutuhkan dalam pengobatan jiwa dan bagaimana mengarahkannya menuju kebenaran, niscaya mereka akan tahu pasti bahwa usaha menghiburnya dengan hal- hal seperti ini (mendengarkan musik yang baik) merupakan obat yang bermanfaat yang pasti dibutuhkan”.

Tapi bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik juga harus memperhatikan faktor-faktor berikut:

1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.

Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.

2. Alat Musik yang Digunakan.

Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.

3. Cara Penampilan.

Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.

4. Akibat yang Ditimbulkan.

Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).

5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan Dengan Orang Kafir.

Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka. (HR Abu Dawud)
6. Orang yang menyanyikan.

Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.
Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian kesimpulan tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi panduan dalam kehidupan mereka.

Wallahu a’lam bishshawab.... 

0 komentar:

Posting Komentar